لَمَّاعَلِمَ الْحَقُّ مِنْكَ وُجُوْدَ الْمَلَلِِ لَوْنَ لَكَ الطََّاعَاتِ وَ عَلِمَ مَافِيْكَ مِنْ وُجُوْدِ الشَّرَهِ فَحَجَرَهَا عَلَيْكَ فِى بَعْضِ الأَوْقَاتِ لِِيَكُوْنََ هَمُّكَ إِقَامَةَ الصََّلاَةِ لاَ وُجُوْدَ الصََّلاَةِ فَمَا كُلُّ مُصَلٍّ مُقِيْمٌ ٠
“Ketika Allah mengetahui bahwa kalian mudah jemu, maka Allah swt mengadakan beragam ketaatan yang dapat kalian laksanakan. Allah swt mengetahui bahwasanyakalian bersifat tamak, maka Dia pun melarang ketaatan yang biasa kaliankerjakan itu pada Sebagian waktu, supaya ada pada kalian semangat di waktu mendirikan salat, bukan hanya sekadar salat, karena tidak setiap orang yang salat itu mendirikan ) salat itu."
Terus menerus melakukan ibadah itu kadang-kadang membuat orang jadi jenuh, atau jemu dalam suatu kondisi tertentu. Allah swt yang Maha Mengetahui perihal yang dialami oleh para hamba-Nya, telah menyediakan waktu-waktu tertentu yang dilarang mengerjakan ibadah pada waktu itu, atau menyediakan waktu-waktu yang membolehkan seorang hamba tidak Perlu mengerjakan ibadah sebagai keringanan atasnya.
Dua sifat manusia dalam ibadah adalah kejenuhan dan kesenangan hingga seperti orang yang tamak, terus menambah ibadahnya yang penuh ketaatan. Allah mengetahui sifat-sifat para hamba-Nya dengan menyediakan waktu bagi si hamba agar dapat dimanfaatkan guna meringankan kondisinya agar tidak menjadi jenuli karena kesenangan melaksanakan ibadah. Sesungguhnya dua hal tersebut adalah juga dua kenikmatan yang besar bagi si hamba, termasuk kelonggaran yang diberikan Allah bagi hamba-Nya ketika ia melaksanakan ketaatan ibadahnya.
Allah swt mewajibkan seorang hamba melaksanakan ibadah itu, hendaklah pula dilaksanakan dengan penuh kesadaran, keikhlasan, namun harus pula disesuaikan dengan kemampuan dan kondisinya Allah swt mengizinkan manusia dan memberinya kelonggaran untuk tidak menjalankan ibadah pada beberapa waktu tertentu, agar tidak sampai ibadah itu memberatkan mereka, sehingga mereka menjadi jemu, apalagi membosankan.
Dalam melaksanakan salat umpamanya, ada waktu yang dilarang seperti ketika matahari sedang di tengah ubun-ubun, atau lurus diatas garis katulistiwa hingga ia bergeser. Waktu setelah Subuh, waktu setelah Asar. Diringankan pula bagi para hamba (rukhsah) di waktu bepergian (musafir), sehingga boleh menjama' atau mengqashar, atau tidak perlu berpuasa dalam suatu kondisi. Dengan demikian para hamba Allah tidak menjadi kemu, atau jemu.
Demikian pula dengan adanya beraneka ragam ibadah yang wajib dan sunat, akan memberi kesegaran beribadah dan pergantian suasana dari satu ibadah kepada ibadah lainnya. Ketaatan kepada Allah dalam beribadah dapat membuat manusia selalu dalam suasana yang menyenangkan.
Dari situ ibadah kepada ibadah lainnya dengan pergantian suasana yang menyenangkan itu, maka si hamba akan tetap tekun ibadahnya, tetap berada di dalam suasana ketaatan dan menjadikan semua ibadahnya itu suatu kenikmatan yang tidak ada taranya.
Dalam pada itu ibadah selalu merupakan perisai untuk menghindarkan si hamba dari sifat-sifat riya', angkuh dan perbuatan maksiat yang menyesatkan.
Salat dalam kaifiat dan zikirnya, apabila dikerjakan dengan sesungguhnya dan sesuai dengan sunah Nabi Muhammad saw maka salat akan memberikan kenikmatan dan kebesaran bagi jiwa si hamba. Salat itu tidak semata-mata suatu wujud yang kosong dan tidak berarti, akan tetapi salat harus mampu mewujudukan jiwa dan ruh insani yang mengangkat si hamba lima kali sehari semalam berhadapan secara akrab dengan Allah swt. Seperti dikatakan oleh Sayid Abui Abbas Al Mursy, yakni mengembalikan salat itu pada pengertian yang sebenarnya yaitu mendirikannya bukan semata-mata mengerjakannya saja, bukan pada bentuk salat saja akan tetapi jiwanya salat. Kalimat AQIMUSSALAH atau YUQIMUNASSALAH, harus lebih bermakna bagi MUSALLIN, raga dan jiwanya. Agar apa yang diingatkan Allah swt dalam surat Al Ma’un: "Celakalah para Musallin, ialah orang yang lalai dalam salatnya sendiri." Salat seperti ini adalah salat yang terpisah antara lahir dan batinnya.
Salat yang tidak terpelihara raga dan ruhnya, yang jauh dari makna salat yang benar. Salat yang bermakna dan memiliki pengaruh bagi kehidupan lahir danbatin manusia ialah salat yang sesuai dengan sunah Nabi Muhammad saw, seperti sabda beliau: " SHALLUU KAMAA RAITMUUNI USHALLI" (salatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku salat). Artinya salat yang sesuai dengan syari'at dan sunah Nabi saw.
Salat bisa kehilangan wajahnya dan bisa kehilangan ruhnya apabila dikerjakan secara acak-acakan. Salat yang benar hendaklah selalu berada dalam keadaan konsentrasi jiwa (hudur dan khusyu'). Selain itu si hamba yang mendirikan salat, hendaklah berada di dalam keadaan tegak di hadapan Allah swt. Agar si hamba selalu dalam keadaan hudur dan khusyu', maka hendaklah seperti hamba yang berharap memandang Allah (melihat Allah), kalau tidak mampu melihat Allah, maka ketahuilah bahwasanya Allah selalu melihatmu. Demikian juga musalli hendaklah merasakan ketenangan jiwa apabila setelah selesai salat, dan merasakan kenikmatan dalam keadaan salat.
Hamba Allah (musallin) hendaklah menjadikan salat itu tempat ia berdialog dengan Allah swt dan menjadi karunia besar yang tidak ada bandingnya. Karena salat adalah pembersih lahir dan batin si hamba, serta penyuci kalbunya dari dosa dan kesalahan.
Syekh Ataillah mengingatkan:
اَلصَّلاَةُ طُهْرَةٌ لِلْقُلُوْبِ مِِنْ اَدْنَاسِ الذُّنُوْبِ وَاسْتِفْتَاحٌ لِبَابِ الْغُيُوْبِ٠
"Salat itu menyucikan hati manusia dari kekotoran dosa, dan pembuka pintu kegaiban."
Sebagaimana diriwayatkan dari Nabi Muhammad saw, bahwasanya beliau bersabda: "Perumpamaan bagi hamba yang salat, bagaikan sungai mengalir di depan pintu si hamba. Ia mandi lima kali dari air sungai itu setiap hari. Nabi saw bertanya, 'Adakah sisa kotoran yang kamu lihat dari hamba seperti ini?. 'Sahabat-sahabat menjawab, 'Tidak mungkin ada sisa kotoran sedikit pun. 'Lalu Nabi saw menerangkan, "Demikian juga adanya bagi hamba yang salat lima waktu sehari semalam, akan membersihkan kotoran dan dirinya lahir danbatin.
Hendaklah pula salat itu dapat membuka pintu kegaiban, yang akan mengantarkan seorang hamba kepada pemahaman ma'rifat yang tinggi. Karena hati itu apabila telah bersih dan suci dari semua kotoran, ia akan membuka tabir yang menutup mata kepala manusia menjadi terang benderang, memandang kemahakuasaan Allah. Allah Yang Maha Perkasa itu akan membuka kerahasiaan alam semesta ini bagi hamba - hamba yang mendekati dan merebahkan keharibaan-Nya.
Sudah dijelaskan bahwa salat adalah tempat seorang hamba bermunajah (berdialog) dengan Allah swt, menyampaikan segala harapan dan ampunan,keluh kesah dan kesusahan, memohon perlindungan dan menerima kasih sayang serta menumbuhkan kecintaan dari Allah swt.
Di dalam salat itu akan ditemukan seluruh rahasia hidup, dan membuka lebar-lebar pintu kehidupan dan kenikmatannya.
Syekh Ahmad Ataillah menjelaskan:
اَلصَّلاَةُُ مَحَلُّ الْمُنَاجَاةِ وَ مَعْدِنَ الْمُصَافَاةِ تََتَّسِعُ فِيْهَا مَيَادِيْنُ الأَسْرَارِ وََ تَشْرُقُ فِيْهَا شَوَارِقُ الأَنْوَارِ٠
“Salat adalah tempat bermunajahnya seorang hamba, tempat membersihkan hati dari bermacam-macam kotoran, terbentang pula di dalam salat itu medan kerahasiaan Allah, dan memancarkan dari dalamnya cahaya yang menyinari hati dan pikiran si hamba yang sedang salat."
Karena salat sebagai tempat ber-munajah, maka di tempat itulah seorang hamba memohon maaf dan perlindungan kepada Allah swt. Maaf dari kesalahan yang telah dilakukannya, lalu bertobat untuk tidak Mengulanginya lagi, baik dosa besar ataupun dosa kecil. Perlindungan, adalah memohon kepada Allah agar terlindung dari bahaya dan malapetaka, terhindar dari perbuatan dan amal yang merusak diri, seperti maksiat dan munkar.
Dengan mendirikan salat, Allah akan membuka kalbu orang mukmin, memberi cahaya hidup dan memberkati perjalanan di dunia dan di akhirat. Selain itu, hamba yang mendirikan salat, apabila ia kerjakan dengan penuh ingat kepada Allah, tidak lalai, dan selalu hadir hati dan pikirannya maka ia akan mendapatkan kelezatan (halawah) dari salatnya itu. Akan tetapi, apabila tidak dikerjakannya secara khusyu', bukan kelezatan yang ia peroleh, akan tetapi waswas dan kerugian.
Salat itu memang untuk mengingat Allah, seperti firman-Nya dalam surat Taahaa ayat 14: "Mendirikan salat adalah untuk mingingat Allah." Mendekatnya seorang hamba kepada Al Khaliq melalui salat dengan munajah-nya yang tetap dan terus menerus, membuat seorang hamba akan semakin dekat dengan Allah. Karena hanya Allah sajalah tempat menyembah dan tempat ia memohon pertolongan.
Kemuliaan seorang yang beriman adalah ketika ia sedang mendirikan salat. Ketika salat itulah akan nampak dirinya dihadapan Allah sebagai manusia yang sangat kecil, akan tetapi memperoleh keberkatan dan rahmat karena ia mampu menghadirkan jasmani dan ruhaninya dalam satu dialog yang erat dengan Allah swt. Dialog itu akan mempengaruhi seluruh hidupnya, apabila ia mampu berkonsentrasi dalam hudur dan khusyu'.
Di dalam satu khabar diriwayatkan bahwasanya: "Apabila seorang hamba telah berdiri untuk salat, maka terbukalah baginya hijab antara dirinya dengan Allah swt. Saat itu para Malaikat berdiri di atas kedua bahunya hingga mencapai langit, mereka bermakmum kepada salatnya dan mengaminkan doanya. Sedangkan orang yang sedang salat memperoleh taburan rahmat Allah dari langit, sampai ubun-ubunnya, maka terdengarlah suara, "Jikalau orang yang bermunajat dalam salatnya itu mengetahui siapa yang diajak berdialog itu, tentu ia tidak akan menghentikan salatnya. "Ketahuilah bahwasanya pintu - pintu langit terbuka menerima doa yang salat, dan Allah swt sangat membanggakan dihadapan para malaikat-Nya akan para hamba yang sedang mendirikan salat."
Sedangkan di dalam Kitab Taurat tertulis: "Wahai anak Adam janganlah engkau malas berdiri dihadapan-Ku mendirikan salat dengan menangis. Akulah Allah swt yang telah menghampiri hatimu, dan dengan kegaiban kamu telah melihat cahaya-Ku. Allah swt telah memberikan karunia kepada orang-orang yang salat, sehingga mereka dapat memandang Allah dengan hati mereka.
Telah berkata Muhammad bin Ali At Tirmidzi, bahwa Allah swt memangggil ahli Tauhid (Muwahhidun) agar mendirikan salat lima waktu, sebagai rahmat Allah kepada mereka. Allah swt menyediakan bermacam-macam hidangan, agar seorang hamba dapat merasakan pada setiap bacaan dan gerakan sebagai karunia. Gerakan salat itu ibarat makanan dan bacaannya, ibarat minuman. Hidangan ini disediakan oleh Allah Rabbul Alamin bagi orang yang memperoleh rahmat-Nya, pada setiap hari lima kali. Sehingga tidak ada lagi kotoran dan dosa yang melekat di badannya.
Abu Thalib Al Makky berkata: "Apabila ibadah salat telah mulai di dirikan, maka terbirit-biritlah setan, karena takutnya. Tiada tempat bagi Iblis untuk menggoda hamba yang sedang salat. Karena seluruh jasad dan hati musallin penuh dengan sinar pandangan kekuasaan Allah yang perkasa.
Apabila si hamba mengucapkan AllahuAkbar, maka para kiik.it menghidupkan hati si hamba dengan keagungan Allah. Para Malaikat itu mengucapkan: “Benar, engkau telah mengucapkan Allahu akbar.” Terpancar dari hati orang yang salat itu cahaya, seperti cahaya yang menguasai langit dan bumi dari wajah Allah swt. Maka ditulislah untuk orang tersebut banyak kebaikan. Apabila wudu' dan salatnya dilakukan dengan sempurna, khusyu’ dan tawadu', penuh keikhlasan hanya karena Allah semata. Sedangkan orang yang lalai dalam salatnya (tidak sempurna wudu' dan salatnya), apabila ia berdiri salat, ia dikerumuni oleh setan, seperti lebah mengerumuni sarangnya.
Apabila ia ber-takbir, para Malaikat menghindari hati si hamba, karena kosong hatinya dari mengingat Allah. Apabila ia mengucapkan Allahu Akbar, para Malaikat mengatakan, "Engkau berdusta, hatimu tidak yakin kalau Allah Maha Besar " Maka tampaklah awan gelap menutup hati orang itu. Itulah Hijab' yang menutup salatnya, karena setan telah bertengger di dalam dadanya. Yang diperolehnya hanyalah keraguan atas ibadahnya, sampai ia selesai dari salatnya!"
Adapun para hamba yang menjaga kesempurnaan salatnya sesuai dengan sunah Nabi Muhammad «H akan selalu pula terpeliha dan terhindar dari godaan setan yang tetap mencari kesempatan di kala hamba Allah sedang mendirikan salat.
Setan hanya akan mampu menggoda para hamba yang lalai dalam salat, tidak khusyu' dan rusak salatnya karena bercampur baur dan riya'.