Twitter

Al-Bukhari dalam Bab Dosa Memutuskan Silaturahmi

Author Unknown - -
Home » , » Al-Bukhari dalam Bab Dosa Memutuskan Silaturahmi

Lihatlah bagaimana al-Bukhari menata bab-babnya. Setelah berbicara tentang silaturahim, ia mengaitkan bab ini dengan bab dosa orang yang memutuskan silaturahim. Ini timbul dari pemahamannya dan keluasan ilmunya. Allah menegaskan dalam firman- Nya, "Demikianlah karunia Allah; diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya;..." (QS. Jumu'ah: 4)
Setelah menyebutkan sanadnya, al-Bukhari menyebutkan bahwa Muhammad bin Jubair bin Muth'im mengatakan bahwa: Jubair bin Muth'im memberitahukan bahwa ia mendengar Nabi snw mengatakan, "Tidak akan masuk surga orang yang memutus­kan silaturahmi.[ Di-takhrij-kan oleh al-Bukhari (nomor 5847), Muslim (nomor 6472, 6473), Abu Daud (nomor 1697), at-Tirmidzi (nomor 1913).]"'
Al-Qur'an masuk ke dalam hati-hati manusia. Ini mukjizat Islamnya Jubair bin Muth'im ketika ia bersumpah tidak akan masuk Islam. Tetapi Al Qur'an mengalahkannya seperti yang di­katakan oleh seorang mwlassir, "Al Qur'an dapat masuk ke rongga-rongga nafas, sehingga Anda tidak dapat melepaskan diri darinya, kecuali Anda bersikap sombong kepadanya
Dengarkanlah bacaan Al-Qur'an di dalam shalat tarawih di Baitullah pada saat imam membaca dan pikirkanlah dalam benak Anda: Apakah seorang manusia dapat mengatakan seperti ini? Apa­kah para sastrawan, ilmuwan, dan pakar di dunia ini mampu mem­buat perkataan seperti ini? Tidak.
Muhammad bin Jubair bin al-Muith'im mengatakan bahwa Jubair bin Muth'im memberitahukan kepadanya bahwa ia men­dengar Nabi saw bersabda, "Tidak masuk surga orang yang me­mutuskan." Ibn Hajar berpendapat bahwa yang dimaksud adalah yang memutuskan silaturahim. Manusia itu bertingkat-tingkat dalam hal memutuskan silaturahim. Ada yang memutuskannya sama sekali. Ini termasuk dosa terbesar dalam Islam. Ada pula yang memutuskan sebagian hak-haknya. Ini juga diharamkan. Derajat keharamannya berbeda-beda sesuai dengan tingkat pemutusannya.
Orang-orang Quraisy selalu menjalin silaturahim di masa jahiliah. Ketika Rasulullah sedang membaca Al-Qur'an, 'Utbah datang lalu berkata, "Aku minta kepadamu demi Allah dan demi rahim." Allah SWT berfirman: "Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan darinya Allah menciptakan istrinya; dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu." (QS. an-Nisa': 1)
Menurut penafsiran Ahlussunnah, ayat tersebut memiliki dua pengertian:
Pengertian pertama: Maksud, "Dengan nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan hubungan silaturahim," adalah kalian saling meminta dengan nama Allah dan kalian saling me­minta di antara kalian dengan nama hubungan silaturahim, karena orang-orang Quraisy "suka mengatakan, "Kami minta dengan nama Allah dan dengan hubungan silaturahim agar engkau meninggal­kan ini."
Pengertian lain: Bertakwalah kalian kepada Allah, kemudian berhati-hatilah jangan sampai memutuskan silaturahim, karena jika kalian kufur, kalian putuskan silaturahim kalian.
Beliau mengatakan, "Tidak masuk surga orang yang memutus­kan." Di dalam hadits shahih dikatakan, "Setelah Allah menciptakan rahim, ia tergantung di arsy. Ia berkata, Wahai Tuhan, ini adalah kedudukan yang meminta perlindungan kepada-Mu dari pemutus­an hubungan.' Allah bertanya, Tidaklah engkau rela aku sambung­kan orang yang menyambungkanmu dan aku putuskan orang yang memutuskanmu?' Ia menjawab, "Ya.". Allah lalu mengatakan, "Maka demikianlah untukmu.[ Diriwayatkan oleh al-Bukhari (nomor 4711, 5850, 7336) (nomor 6470).]"
Dasar dari hal itu adalah firman Allah SWT, "Maka apakah kiranya jika kalian berkuasa kalian akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? Mereka itulah orang-orang yang dilaknati oleh Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka." (QS. Muhammad: 22-23)
Bagaimana dosa orang yang memutuskan silaturahim dalam Islam? Ia tidak masuk surga. Nabi saw bersabda, "Tidak masuk surga orang yang memutuskan." Para ahli ilmu berbicara tentang hadits ini. Mereka mengatakan bahwa tidak masuk surga orang yang menganggap halal pemutusan hubungan. Menurut mereka, orang itu tidak masuk surga karena ia melakukan dosa besar. Bahkan, menurut akidah Ahlussunnah ia akan diazab. Pelaku dosa besar memang tergantung kehendak Allah. Ia mungkin diazab dan mungkin pula diampuni. Tetapi ia harus bertobat.
Kaum Khawarij berpendapat bahwa ia kafir dengan sebab dosa besar yang dilakukannya; ia keluar dari agama dan kekal di dalam neraka. Sedangkan Mu'tazilah memandangnya kufur dan nanti di akhirat berada di suatu kedudukan di antara dua kedudukan (di antara surga dan neraka). Tetapi Ahlussunnah memandangnya fasik dan nasibnya tergantung kehendak Allah; jika mau, Ia akan mengampuninya dan jika tidak Ia akan menyiksanya. Mungkin ia akan masuk neraka tetapi tidak kekal di sana. Seorang penyusun nazham dari kalangan Ahlussunnah menyatakan:
Orang yang bermaksiat namun tetap dalam tauhidnya
Akan masuk neraka tetapi tidak kekal di dalamnya
Inilah yang benar dalam masalah ini, insya Allah. Jadi, orang yang bermaksiat itu mungkin akan masuk neraka, kemudian ia masuk surga setelah disiksa dan dibersihkan karena ia masih me­miliki tauhid dan keimanan.

Artikel Terkait: