Jika kita membicarakan tentang peran keluarga dalam mendidik dan membina
anak atau generasi muda, maka kita akan membicarakan persoalan yang
sangat penting. Seorang anak kecil itu adalah sebuah amanat besar yang
berada di tangan bapak dan ibunya. Akalnya yang masih kecil ibarat tanah
perawan yang belum ditanami. Dia juga bagaikan kertas putih yang belum
ada satu garispun di atasnya.
Anak-anak kita adalah buah hati kita, bagian dari had kita, serta yang akan menjadi penerus setelah kehancuran kita.
"Setiap anak yang dilahirkan itu dalam kondisi suci sampai kemudian dirinya bisa menggerakkan lisannya, maka pada tangan bapak ibunyalah ia bisa menjadi Yahudi, Nasrani atau juga menjadi Majusi." (Hadits riwayat Abu Ya'la, Ath-Thabarani dan AlBaihaqi)
Dan sebelum kita menguraikan hadits ini, sesungguhnya kita akan mengarahkan pandangan bahwa kita tidak akan bisa menutupi persoalan ini dengan segala sisi yang mengitarinya, baik agama, kejiwaan dan kemasyarakatan. Dan kita akan kembali padanya, insya Allah dalam pembahasan yang lebih luas dalam pembahasan yang akan datang. Akan tetapi kita akan membicarakan tentang sisi-sisi pokok dalam pendidikan yang banyak dilupakan sebagian besar kaum muslimin.
Sebagian manusia meyakini bahwa diutusnya manusia dalam kehidupan ini adalah untuk melindungi anak-anak. Dan pemahaman terakhir mereka dalam pendidikan itu hanya sebatas memberikan kepada anak-anak makanan, minuman, pakaian dan tempat tinggal. Terkadang sebagian manusia itu membohongi dirinya sendiri dalam memberikan kesempurnaan dan kebahagiaan kepada mereka.
Tujuan yang hendak dicapai dalam pendidikan anak ini adalah bersungguh-sungguh dalam memberikan pelajaran kepada mereka. Sehingga mereka mendapatkan derajat tinggi yang dapat mengatasi berbagai persoalan dunia atau materi dan etika dalam masyarakat. Dengan demikian dia telah menyempurnakan risalah, melaksanakan amanatnya. Ini adalah hal yang patut diketahui kaum muslim pada umumnya
Kehidupan, dalam agama yang haq adalah pemikiran-pemikiran dan keyakinan-keyakinan yang tidak selaras dengan pemahaman Islam tentang pendidikan. Maka orang yang mencari makanan dan minuman adalah orang-orang yang didalamnya bersekutu antara hewan dan manusia. Pemahaman keluarga dalam melaksanakan misi pendidikan dan pengajaran dengan metode-metode yang umum ini bisa menjadi salah satu perantara yang menyebabkan keruntuhan dan kehancuran. Dengan demikian maka Islam tidak memperlakukan manusia seperti sepotong daging yang menjadi tujuan dalam kehidupan, yaitu "suka makan" atau mengumpulkan kehidupan materi menurut kadar kemampuan. Akan tetapi Islam memperlakukan manusia sebagai makhluk yang memiliki jasmani dan rohani. Dengan demikian, pendidikan jasmani sejalan dengan sisi pendidikan rohani. Jika salah satunya menyimpang dari yang lain maka terjadilah kerusakan dan kakacauan di dalam jiwa manusiaan.
Apa faedah memberikan pengajaran atau pendidikan ilmu kepada anak-anak, dan usaha khusus yang dilakukan para pendidik atau pengajar supaya anak itu menjadi orang yang maju pada saat yang kosong dari keutamaan akhlak dan pendidikan?
Sesungguhnya dalam kondisi seperti ini ilmu akan menjadi sarana penghancur, pemusnah dan penyengsara.
Ilmu itu jika tidak terpelihara dalam watak ketinggian
maka dia hanya akan membentangkan kegagalan
Ilmu itu tidak dihitung dari kemanfaatannya saja
Melainkan dari akhlak yang dimahkotai oleh pemiliknya
Sebenarnya kita telah banyak menyaksikan sebagian besar dari anak-anak kita tidak mengatakan mereka terdidik akan tetapi kita mengatakan mereka membiasakan metode-metode ini, maka salah seorang dari mereka, setelah tumbuh menjadi seorang pemuda dia akan memalingkan muka dari kedua orang tuanya dan mengingkari keduanya apabila mendapat omongan dari orang lain
Sebenarnya kita telah banyak menyaksikan sebagian besar dari anak-anak kita tidak mengatakan mereka terdidik akan tetapi kita mengatakan mereka membiasakan metode-metode ini, maka salah seorang dari mereka, setelah tumbuh menjadi seorang pemuda dia akan memalingkan muka dari kedua orang tuanya dan mengingkari keduanya apabila mendapat omongan dari orang lain
Dan banyak dari kita telah menyaksikan dengan mata kepala kita sendiri seorang pemuda yang terdidik itu meninggalkan orang tuanya yang sudah pikun (tua renta) di rumah, yaitu rumahnya yang menjadi tempat tinggal dia dan juga istrinya. Dia meninggalkannya guna mendatangkan sukarelawan manusia yang mengurusi sebagian kebutuhannya sampai meninggalkannya dan istrinya dalam ketidakpuasan. Dan sungguh banyak jua dari kita telah menyaksikannya, setelah dirinya dikelilingi kesulitan hidup, dia mengunjungi kuburan istrinya yang telah meninggal dunia. Dengan demikian maka kits akan berkata di dalam hati kita sendiri:
Kita tidak akan menganggap siri kita setelah kematian telah mempertaruhkan diri kita. Dan di dalam hidupku tidak ada yang memberi nilai tambah bagi diri kita
Ini adalah hasil lain yang dipetik oleh para bapak dan ibu yang tidak mau mendidik anak-anak mereka dengan pentunjuk Islam.
Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang tidak berbicara berdasarkan hawa nafsu mengarahkan kepada kita untuk mendidik anak-anak kita berdasarkan pada ketakwaan, ketundukan, kecintaan, keikhlasan yang hanya tertuju kepada Allah, maka beliau bersabda,
"Ajarilah anak-anakmu dengan sholat pada umur tujuh tahun, pukullah mereka pada umur sepuluh tahun dan pisahkanlah di antara mereka tempat tidurnya." (Hadits riwayat Imam Ahmad dan Abu Dawud)
Kudinaf, seorang peneliti kejiwaan berkata:
"Sesungguhnya bukti yang menunjukkan susunan akal pada diri seseorang itu telah sempurna adalah pada usia tiga tahun pertama dari kehidupan, masa-masa sebelum sekolah. Dan umumnya pada masa-masa pendidikan tingkat dasar. Masa-masa ini menunjukkan pertumbuhan yang sempurna pada badan, otak dan kemasyarakatan secara cepat. Dan kebiasaan-kebiasaan yang tertanam di tengah-tengah masa ini sangat sulit dirubah pada masa-masa pertumbuhan berikutnya sebagaimana kebiasaan yang belum tersempurnakan di tengah-tengah masa pertumbuhan akan sukar penyempurnaannya pada masa-masa berikutnya."
Masa-masa inilah yang dibatasi oleh hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Dalam hadits itu menunjukkan bahwa masa-masa paling subur yang memungkinkan untuk menumbuhkan etika dan akhlak Islam pada diri anak kecil adalah pada masa kecil.
Akan tetapi, yang sangat menyesalkan adalah sebagian besar para orang tua tidak memperhatikan petunjuk-petunjuk Islam dalam masalah ini.
Maka, adakah di antara orang tua yang duduk bersama anak-anaknya dalam keluarga guna mendiskusikan hal-hal yang berkaitan dengan etika yang terdapat dalam kecemerlangan dan petunjuk Islam?
Adakah di antara para bapak yang sedang duduk bersama anak-anaknya, kemudian dia memberi tugas kepada salah satu dari anak-anaknya untuk membaca sebuah kitab yang sederhana tentang metode-metode Islam di dalam mengatasi masalah-masalah kehidupan?
Siapakah di antara para bapak yang mengumpulkan anak-anaknya untuk mengarahkan pandangan mereka terhadap apa yang mereka lihat pada layar kaca televisi yang tidak memberi gambaran sesungguhnya, khususnya dalam masalah cinta dan tindak kriminal?
Siapakah di antara para bapak yang memahami bahwasannya jika dia mendidik anak-anaknya di sekolah-sekolah yang tidak Islami itu sama saja dengan menanamkan benih-benih kekufuran di dalam hati mereka yang masih suci?
Sesungguhnya, ketika Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebutkan dalam A1 Qur'an Karim wasiat-wasiat Luqman kepada anak-anaknya, Dia juga menyebutkan posisi orang tua sebagai orang yang bertanggung jawab terhadap pendidikan.
"Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran padanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar. " (Qs. Luqman (31): 13)
"Luqman berkata: "Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah itu Maha Halus lagi Maha Mengetahui. Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai. "
(Qs. Luqman (31) 16-19)
Tanamkan di hatinya (nanak-anak) aqidah tauhid dan kemudian ajarilah tentang pengawasan Allah Yang Mengetahui hal-hal yang rahasia dan tersembunyi. Arahkanlah mereka untuk mendirikan sholat, ajarilah untuk menjadi orang yang punya tanggung jawab di masyarakat muslim guna menyuruh berbuat kebajikan dan mencegah kemunkaran. Tanamkan kesabaran terhadap celaan yang barangkali menimpanya pada saat melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar. Ajarilah bagaimana cara berjalan dengan tidak sombong, berbicara dengan tenang tanpa gaduh atau teriak.
Tanamkan di hatinya (nanak-anak) aqidah tauhid dan kemudian ajarilah tentang pengawasan Allah Yang Mengetahui hal-hal yang rahasia dan tersembunyi. Arahkanlah mereka untuk mendirikan sholat, ajarilah untuk menjadi orang yang punya tanggung jawab di masyarakat muslim guna menyuruh berbuat kebajikan dan mencegah kemunkaran. Tanamkan kesabaran terhadap celaan yang barangkali menimpanya pada saat melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar. Ajarilah bagaimana cara berjalan dengan tidak sombong, berbicara dengan tenang tanpa gaduh atau teriak.
Semua itu diperlihatkan Allah agar para bapak mau melihat dan menjalankan amanat yang diletakkan pada kedua tangan mereka dan yang akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah di Hari Kiamat nanti. "Kamu semua adalah pemimpin dan setiap kamu akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinan kamu."